Dalam perjalananku menuju Dieng
Dari Jakarta menuju Dieng aku bearngkat menggunakan bus, hanya ingin ikut saja tidak mengharapkan apa-apa dan tidak terlalu bersemangat juga.
Perjalanan di mulai dari Jakarta melalui beberapa kota di pantura dan jawa tengah, saya sendiri sebenarnya kurang paham rute atau jalur yang diambil pak sopir, kebiasaanku saat didalam Bus adalah mengamati jalan yang kulalui,.
Melalui Indramayu disini aku belum melihat tanda-tanda ke NU an, sampailah di Berebes di sepanjang jalan kota ini aku mulai melihat plang-plang betuliskan PCNU, Muslimat NU dan Banom-Banom lainnya, sepanjang jalur Berebes aku juga melihat banyak plang plang Muhamadiyah, RS, RA dll.
Semakin siang bus terus melaju menuju jawa tengah plang plang NU dan sekolah sekolah NU semakin banyak terlihat: Purwokerto, Wonosobo dll (aku tidak ingat kota mana saja yang kulalui) di dekat MAN Wonosobo pas didepan POM bensin tempat kita transit menuju bus kecil yang akan membawa kita ke puncak Dieng ada juga plang NU lengkap bersama banom-banom nya, begitu pula saat hampir sampai di desa Sikunir aku melihat plang PCNU dan sebuah klinik NU.
Siang harinya saat kembali dari puncak Dieng dan sampai di Wonosobo tidak jauh dari pom bensin di tempat beli oleh-oleh aku melihat banyak anak2 dan jemaah pulang sholat Jumat memakai peci NU. Begitu pula saat mampir ke Rumah adiknya rekan di Banyumas, dirumahnya ada Celengan koin NU.
Perjalanan ku kali ini membuka perspektif baru tentang ke NU an, bagi masyarakat Jawa (tengah, timur, dan sebagian jawa barat) NU bukan sekedar ormas, tapi sudah menyerap kedalam kultur/budaya keseharian mereka.
Sementara bagiku NU adalah jalan moderat yang aku pilih dalam berharokah dan bergerak sejalan dengan paham keislaman ku yang masih sangat minim sekali.
Pilihan untuk tidak tergelincir dari paham-paham sempalan (menurut istilah Gus Dur)
Banjarnegara 14 Sep 2019
Komentar
Posting Komentar