Tulisan berikut merupakan petikan-petikan tulisan Gus Dur dalam pembukaan buku Ilusi Negara Islam
1. Musuh Dalam Selimut
Kami sudah sering
dituduh kafir dan murtad, tetapi kami tetap tenang-tenang saja. Kelompok-
kelompok garis keras mengukur kebenaran pemahaman agama secara ideologis dan
politis, sementara kami mendasarkan pemahaman dan praktik keagamaan kami pada
semangat rahmat dan spiritual yang terbuka. Kami berpedoman pada paham
ahlusunnah wal Jama’ah, sementara mereka mewarisi kebiasaan ekstrem Khawarij
yang gemar mengkafirkan dan memurtadkan siapapun yang berbeda dari mereka,
kebiasaan buruk yang dipelihara oleh Wahabi dan kaki tangannya.
Lebih dalam lagi adalah
orang yang memahami keimanan secara monopolitistik, jadi seakan-akan yang tidak
seperti pemahaman dia, itu sudah tidak iman lagi. Ini sebenarnya fenomena lama,
tidak hanya sekarang. Dulu pada saat Sayyidina Ali kita kenal sebuah kelompok
khawarij yang mengkafirkan semua orang di luar golongannya. Nah sampai sekarang
reinkarnasinya masih ada, sehingga seperti
Azhari datang ke Indonesia ngebom, itu dia merasa mendapat pahala. (
Penjelasan KH Hasyim Muzadi dalam : Lautan Wahyu : Islam sebagai Rahmatan
lil’alamin, episode 3 : “Umat” Supervisor Program : KH A. Mustofa Bisri, c
LibForAll foundation 2009) Halaman 21
Karena
kelompok-kelompok garis keras kerap menggap setiap muslim lain yang berbeda
dari mereka sebagai kurang islami atau bahkan kafir dan murtad, maka mereka
melakukan infiltrasi ke masjid-masjid, lembaga-lembaga pendidikan,
intansi-intansi pemerintah maupun swasta, dan ormas-ormas islam moderat,
terutama Muhammadiyah dan NU, untuk mengubahnya menjadi keras dan kaku juga.
Mereka mengklaim memperjuangkan dan membela Islam, padahal yang dibela dan
diperjuangkan adalah pemahaman yang sempit dalam bingkai ideologis dan platform
politik mereka bukan islam itu sendiri. Mereka berusaha keras menguasai
Muhammadiyah dan NU karena keduanya meruapakan ormas islam yang kuat dan
terbanyak pengikutnya. Selain itu, kelompok-kelompok ini menganggap Muhammadiyah
dan NU sebagai penghalang utama pencapaian agenda politik mereka, karena
keduanya sudah lama memperjuangkan substasi nilai-nilai islam, bukan
formalisasi islam dalam bentuk negara maupun penerapan syariat sebagai hukum
positif. Halaman 22
Gerakan garis keras
transnasional dan kaki tangannya di Indonesia sebenarnya telah lama melakukan
infiltrasi ke Muhammadiyah. Dalam Muhktamar Muhammadiyah pada bulan Juli 2005
di Malang, para agen kelompok-kelompok garis keras, termasuk kader-kader PKS
dan Hizbut Tahrir Indonesia, mendominasi banyak forum dan berhasil memilih
beberapa simpatisan gerakan garis keras menjadi ketua PP Muhammadiyah. Namun demikian
baru setelah Prof.Dr. Abdul Munir Mulkhan mudik ke desa Sendang Ayu Lampung,
masalah infiltrasi ini menjadi kontroversi besar dan terbuka sampai tingkat
Internasional.
Masjid Muhammadiyah di
desa kecil Sendang Ayu yang dulunya damai dan tenang menjadi ribut karena
dimasuki PKS yang membawa isu-isu politik ke dalam masjid, gemar mengkafirkan
orang lain, dan menghujat kelompok lain, termasuk Muhammadiyah nya sendiri.
Prof. Munir kemudian memberi penjelasan kepada masyarakat tentang cara Muhammadiyah
mengatasi perbedaan pendapat, dan karena itu masyarakat tidak lagi membiarkan
orang PKS memberi khotbah di masjid mereka. Dia kemudian menulis
keprihatinannya di Suara Muhammadiyah, artikel ini menyulut diskusi serius
tentang infiltrasi garis keras di lingkungan Muhammadiyah yang sudah terjadi di
banyak tempat, dengan cara-cara yang halus maupun kasar hingga pemaksaan. Halaman 24
…….. Farid mengusulkan
tiga langkah untuk menyelamatkan Muhammadiyah. Pertama adalah membubarkan
sekolah-sekolah kader Muhammadiyah, karena virus tarbiyah ini merudaknya
sedemikian rupa, kedua merombak system, kurikulum dan juga seluruh pengurus,
guru, sampai dengan musyrif dan musyirifah yang terlibat dalam gerakan ideology
no-Muhammadiyah dan kepentingan politik lain, ketiga memberdayakan seluruh
organisasi otonom (ortom) di lingkungan Muhammadiyah. Halaman 25
…… terkait dengan isu
Khilafah yang diperjuangkan HTI, Majlis Bahtsul Masa’il memutuskan bahwa
Khilafah Islamiyah tidak memiliki rujukan teologis , baik di dalam Al-Quran
maupun Hadits. Halaman 30
….. siapapun yang tidak
memiliki pemahaman yang mendalam tentang islam, khususnya tentang hakikat dan
ma’rifat, akan melihat bahwa apa yang disampaikan kelompok-kelompok garis keras
sama belaka seperti yang dipahami kebanyakan umat islam. Mereka menggunakan
Bahasa yang sama dengan umat islam pada umumnya, seperti dakwah , amar ma’ruf
nahi munkar atau islam rahmatan lil’alamin tapi sebenarnya mereka memahaminya
secara berbeda. Halaman 32
Ditangan mereka
amar’maruf nahy munkar telah dijadikan legitimasi untuk melakukan pemaksaan,
kekerasan dan penyerangan terhadap siapapun yang berbeda. Mereka berdalih
memperjuangkan al-ma’ruf dan menolak al-munkar setiap kali melakukan aksi-aksi
kekerasan atau apun mendiskreditkan orang atau pihak lain. Sementara rahmatan
lil’alamin digunakan sebagai dalih formalisasi islam, memaksa pihak lain
menyetujui tafsir mereka, menuduh siapa yang berbeda atau bahkan menolak tafsir
mereka sebagai penolak konsep rahmatan lil alamin sebelum akhirnya dicap murtad
dan kafir. Halaman 33
…… ancaman yang sangat
jelas adalah usaha mengidentifikasi Islam dengan ideology wahabi/ikhwanul
muslimin serta usaha untuk melenyapkan budaya dan tradisi bangsa kita dan
menggantinya dengan budaya dan tradisi asing bernuansa wahabi tapi diklaim
sebagai budaya dan tradisi islam. Halaman
34
Agen-agen garis keras
juga melakukan infiltrasi ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan sudah
dibilang MUI kini telah menjadi bunker dari organisasi dan gerakan
fundamentalis dan sebversif di Indonesia. Lembaga semi pemerintah yang
didirikan oleh rezim orde baru untuk mengontrol umat islam itu, kini telah
berada dalam genggaman garis keras dan berbalik mendikte/mengontrol pemerintah.
Maka tidak heran jika fatwa-fatwa yang lahir dari MUI bersifat kontra produktif
dan memicu kontroversi, semisal fatwa pengharaman sekularisme, pluralism,
liberalism dan vonis sesat terhadap kelompok-kelompok tertentu di masyarakat
yang telah menyebabkan aksi-aksi kekerasan atas nama agama. Halaman 34-35
Kita pantas mengingat
nasehat Syekh Ibn Athoilah As-Sakandari dalam Hikam karyanya: “janganlah
bersahabat dengan siapapun yang prilakunya tidak membangkitkan gairahmu
mendekati allah dan kata-katanya tidak menunjukanmu kepadanya”. Orang yang
paling merasa mengerti islam, penuh kebencian kepada mahluk allah yang tidak
sejalan dengan mereka, serta merasa sebagai yang paling benar dan karena itu
mengklaim berhak menjadi khilafah-nya untuk mengatur semua orang- pasti
perbuatan dan kata-katanya tidak akan membawa kepada tuhan. Cita-cita mereka
tentang negara Islam hanya ilusi. Negara islam yang sebenarnya tidak terdapat
dalam konstruksi pemerintahan, tetapi dalam kalbu yang terbuka kepada Allah SWT
dan kepada sesama makhluknya. Halaman 41
Kebenaran dan kepalsuan
sudah jelas. Garis keras ingin memaksa semua rakyat Indonesia tunduk kepada
paham mereka yang ekstrem dan kaku. Catatan sejarah bangsa kita – Babad Tanah
Jawi, Perang Padri, Pemberontakan DI dan lain-lain, menunjukan bahwa jiwa-jiwa
yang resah akan terus mendorong bangsa kita kejurang kehancuran, sampai mereka
betul-betul berkuasa, atau kita menghentikannya seperti berkali-kali telah
dilakukan oleh jiwa-jiwa yang tengang, nenek moyang kita. Saat ini kitalah yang
memilih masa depan bangsa. Halaman 41
Komentar
Posting Komentar