Seperti seseorang yang sedang melakukan suatu
perjalanan menuju suatu tempat, dalam perjalanannya orang itu menapaki berbagai
jenis jalan, meliewati bermacam-macam perempatan tapi hanya memilih satu jalan,
berpisah dengan jalan-jalan lainnya. Seperti itulah kehidupan manusia dalam
hidup ini kita bertemu banyak hal dan berpisah dengan banyak hal, orang bilang
perpisahan itu tidak meng’enakan, tapi bukankah karena adanya perpisahan kemudian munculah
kerinduan, baik itu kerinduan terhadap orang yang pergi jauh, orang yang sudah meninggal, atau kerinduan
terhadap kenangan yang
telah hilang, apa pun yang menimbulkan kerinduan pastilah seuatu yang indah.
Kalau aku pikir lagi perpisahan yang ternyata tidak mengenakan itu bisa
menciptakan keindahan.
Orang datang dan pergi, itulah yang terjadi,
perpisahan merupakan suatu kepastian. Perpisahan adalah salah satu kenyataan.
Aku terus berjalan sambil menatap hamparan laut di
sebrang jalan, aku suka melihat ombak dan aku suka merasakan angin laut yang
menerpa wajahku, dinginnya angin membantuku tetap
‘berperasaan’.Sambil terus berjalan aku berusaha menata pikiranku yang tak karuan.
Ombak dan angin mereka adalah pepisahan.
Perashu
nelayan tradisional berjejer di tepi dermaga, di bagian laut yang lebih tengah
terlihat kapal –kapal besar berlayar, mengankut barang dan peti kemas, ahh ini
kota pelabuhan, tempat dimana banyak terjadi perpisahan.
Batas
antara daratan dan lautan, disinilah tempat banyak nelayang terpisah untuk sementara waktu dengan keluarganya yang ada
di daratan, para pekerja di pelabuhan, pekerja tambang yang melakukan
pengeboran minyak di lautan, mereka berpisah dengan kehiduapan nya di daratan.
Dari sini aku juga bisa melihat burung-burung
beterbangan di atas laut, samar-samar di tengah suara kendaraan bermotor yang
melintas di jalan aku bisa mendengar suara lengkingan burung, mungkin mereka
terkena semacam radang tenggorokan atau penyakit pernafasan karena kualitas udara yang buruk di kota ini,
karena itulah suara lengkingan burung itu terdengar aneh bagiku. Terkadang
pengendara motor membunyikan klakson mereka berkalai-kali, memperingatkan ku
agar lebih menyingkir dari bahu jalan. Orang-orang norak pikirku, atau mereka
begitu malas mengapa semua orang menggunakan kendaraan bermotor mulai dari
motor bebek sampai mobil murah dengan bahan bakar minyak yang murah pula apa
mereka begitu malas berjalan kaki atau menggunakan sepeda? tidakkah mereka
peduli terhadap kualitas udara kota ini?
bagaimana anak-anak bisa tumbuh menjadi orang yang berotak cerdas dan berbadan
sehat jika setiap hari mereka menghirup oksigen bercampur polusi.
Aku terus berjalan dan kuabaikan suara bising
kendaraan sialan.
Langit senja. Senja merah ini membangkitkan kenangan
akan perpisahan, kehangatan senja membuatku tidak lagi merasakan dinginnya
angin laut, sehangat senyum dimasa kecilku. Aku melihat diriku sedang
bergandengan tangan denga teman masa kecilku, Dian namanya seorang anak berusia
8 tahun dengan rambut keriting dan kulit hitam manis , aku tidak pernah bisa
bertemu dengan dian lagi setelah aku pindah kekota ini dan kabarnya saat
berusia 17 tahun dian menikah dengan seorang laki-laki yang usianya sama dengan
usia ayahnya. Dia sangat membenci rambut keritingnnya, padahal aku sangat
menyukai rambut nya yang keriting, menurutku rambutnya sangat halus walaupun keriting,
sangat beda dengan rambutku yang kasar dan ikal. Kami berdua terus berjalan di
galengan sawah sambil tertawa karena melihat tetangga yang sedang membajak
sawah menggunakan dua ekor sapi dan mesin bajak manual yang terbuat dari kayu,
kami berdua terus berjalan mendekat kearah sapi itu tanpa memperhatikan
jalanan, kami berduapun jatuh terperosok ke saluran air,
sakit rasanya. Tapi aku dan dian tetap tertawa, menertawakan diri kami sendiri
yang ceroboh. Saat tawa kami reda, aku mulai merasakan cairan hangat membasahi
rambutku, dan turun kemataku, cariran itu berwarna merah, ternyata darah.
Saat itulah aku merasakan sesuatu menghantamku dari belakang
dan aku terjatuh karenanya, ini terasa begitu nyata dan aku yakin ini bukanlah
kilas balik akan kenanganku jatuh di sawah saat bersama dian dulu, aku
tertabrak mobil, di tengah kesakitanku samar-samar aku melihat seorang laki
–laki tinggi dan kurus keluar tergesa-gesa dari dalam mobil diiiring suara
teriakan orang-orang yang mulai mengerubuniku,
aku juga
bisa mendengar samar samar
teriakan orang-orang 'apakah dia terluka parah' 'cepat tolong gadis itu' 'cepat
panggil ambulan''bawa ke rumah sakit terdekat' '......cepat.........' kemudian
suaranya perlahan-lahan menghilang, telingaku menjadi tuli dan mataku terasa
berat aku tidak bisa mendengar dan melihat apapun. Saat itulah aku merasakan perpisahan dalam diriku,
jiwa dan tubuhku terpisah, aku tidak tahu apakah aku masih hidup atau tidak.
Hal selanjutnya
yang aku lihat adalah cahanya putih yang begitu terang dan menyilaukan mataku, memaksaku
untuk memejamkan mata, akupun tidak sadar dimana
jiwa dan tubuh ku berada. Perpisahan.
Komentar
Posting Komentar